Wisata Sejarah Batuan Menhir di Bori Parinding

Toraja Utara yang terkenal dengan panorama alamnya yang memikat dan sejumlah wisata budaya yang tak habis termakan zaman rupanya tak cukup untuk memanjakan Anda. Di kawasan ini juga terdapat sebuah destinasi wisata unik yang berunsur nuansa era megalitikum. Tepatnya berada di kawasan Bori Parinding.

Kawasan Bori Parinding sendiri merupakan daerah sejuk yang berada di kawasan dataran tinggi yang landai. Berhias hamparan sawah yang menghijau sepanjang mata memandang, kawasan ini juga dikenal sebagai salah satu pusat pertanian di Toraja Utara.

Untuk bisa mencapai lokasi Bori Parinding yang berada di daerah Sesean Toraja Utara, Anda perlu menempuh perjalanan sekitar 30 – 40 menit dari pusat kota Rantepao, pusat kawasan Toraja Utara. Perjalanan ditempuh dengan melalui jalur Poros Talung lipu menuju pusat kawasan Sesean. Lokasi padang Bori Parinding ini berada di kawasan persawahan tepat di tengah jalan menuju Sesean.

Di kawasan seluas Anda akan menemukan jajaran batuan tinggi menjulang berukuran besar yang akan mengingatkan Anda dengan situs megalitikum di Stone Edge di Inggris, berupa menhir-menhir yang berjajar dengan ketinggian yang memukai. 

Kompleks menhir ini berdiri di kawasan padang rumput seluas 546 m2. Di kompleks ini berdiri setidaknya lebih dari 100 menhir atau menara batu berbentuk sederhana. Beberapa batu bisa cukup menjulang dengan mencapai ketinggin 7 meter dan diameter 180 cm. 

Sebagian batu dikatakan sudah berdiri di sana sejak ratusan tahun lampau. Dan sebagian batu masih dapat dikatakan sangat baru. Setidaknya telah berdiri sekitar 50 menhir kecil, 24 menhir berukuran sedang dan sisanya sekitar 20an lagi berukuran besar. 

Rupanya batuan di kawasan Bori Parinding ini masih berkaitan erat dengan budaya masyarakat setempat terkait perlakukan terhadap leluhur dan jenazah. Batuan ini merupakan simbol penghormatan lain sejumlah masyarakat tradisional terhadap kerabat mereka yang sudah tiada.

Lokasi ini diketahui sebagai lokasi dilakukannya upacara pemakaman khas Toraja yang megah. Tepatnya di hadapan menhir-menhir raksasa ini yang kemudian banyak dikenal dengan sebutan Rante Parinding atau Rante Palimbuang. Rante kerap diartikan sebagai lokasi terbuka dalam stilah Toraja.

Di tempat ini memang tampak beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam upacara pemakaman. Mulai dari Lakian dari bambu kuat yang ditujukan sebagai tempet persemayaman sementara jenazah sebelum di makamkan.

Juga terdapat beberapa dolmen atau meja batu panjang dimana akan dilakukan upacara pemakaman. Di sanalah nanti beberapa hewan kurban akan disembelih. Juga terdapat panggung khusus untuk upacara pembagian daging pasca upacara berakhir.

Di tempat yang tak jauh dari lokasi jajaran menhir ini juga berdiri batu raksasa dimana beberapa liang pekuburan dibuat di dalamnya. Batuan raksasa ini dikenal dengan sebutan liang Pa, dimana keluarga besar akan menempatkan jenazah kerabatannya di dalam liang-liang yang disediakan.

Sebenarnya menhir-menhir ini tak seluruhnya adalah peninggalan sejarah. Bahkan sebenarnya juga bukan produk dari kebudayaan purbakala. Batuan menhir ini adalah bentuk dari tradisi Toraja yang masih dipertahankan hingga kini.

Menhir-menhir ini adalah bentuk simbolik penghormatan keluara kepada leluhurnya. Setiap menhir yang berdiri merupakan simbol atas meninggalkan seorang tokoh dalam kehidupan sosial suku Toraja di kawasan Toraja Utara dan usainya prosesi pemakaman dilakukan. 

Biasanya menhir ditujukan kepada tokoh masyarakat dan keturunannya yang meninggal. Tinggi dan ukuran menhir merupakan standar dari kelas sosial dari tokoh yang meninggal, semakin besar ukuran menhir, semakin besar tinggi kelas sosial dari tokoh yang meninggal.

Semakin banyak kerbau yang dipersembahkan dalam upacara pemakaman, maka semakin berhak keluarga untuk menyediakan menhir untuk dipasangkan di tanah lapang ini. Dan ketika sebuah menhir besar dikelilingi oleh menhir-menhir kecil, biasanya ukuran kecil- kecil ini menjadi tanda bahwa mereka masih berkerabat dekat dengan pemilik menhir besar. Setiap batu sebenarnya diambil dari area perbukitan batu di sekitar daerah Toraja Utara. 

Konon, menurut keterangan masyarakat setempat yang berdiam di sekitar kompleks Bori Parinding, kompleks batuan ini sudah berdiri sejak tahun 1700an. Diawali dengan meninggalkan salah satu tokoh penting dalam masyarakat Toraja Utara pada masa itu. Jangan heran kalau sejumlah batu tampak mulai memfosil setelah terpaan panas dan hujan lebih dari 300 tahun.

Uniknya pesona Bori Parinding, kisah tradisi yang melatari dan tuanya kawasan kompleks batu menhir ini berdiri menjadikan alasan kenapa kompleks Bori Parinding ini kini masuk dalam warisan budaya menurut UNESCO PBB.